Tampilkan postingan dengan label NU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label NU. Tampilkan semua postingan

Jumat, 26 Juni 2015

Hidayatul Islamiyah, Pesantren yang Menyatu dengan Alam

Di pinggiran perbatasan Kecamatan Dander dan Kota Bojonegoro, tepatnya di Dusun Kedunggayam, Desa Karangsono, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro terdapat satu Pondok Pesantren yang tampak sederhana. Setelah menempuh jarak 10 kilometer dari pusat Kota Bojonegoro, melewati jalan setapak sempit, di tengah rerimbunan pohon bambu dan di sekitar aliran sungai yang bergemiricik lengkap dengan bentangan sawahnya, terlihatlah bangunan Pondok Pesantren Hidayatul Islamiyah yang berdiri sejak tahun 1998 silam.

Sang pendiri, Kiai Khoiri Amin menceritakan, awal mula berdirinya Pesantren yang menempati tanah seluas lebih dari satu hektare ini.

Hidayatul Islamiyah, Pesantren yang Menyatu dengan Alam (Sumber Gambar : Nu Online)
Hidayatul Islamiyah, Pesantren yang Menyatu dengan Alam (Sumber Gambar : Nu Online)


Hidayatul Islamiyah, Pesantren yang Menyatu dengan Alam

Dikatakan, semasa awal berdirinya Pesantren Hidayatul Islamiah santri yang ada hanya dua anak, Surip dan Syarifuddin. Selang beberapa tahun santri pun bertambah meskipun tidak seberapa banyak.

Awalnya hanya ada dua santri, Surip dan Syarifuddin, tapi lama kelamaan berdatangan santri dari daerah-daerah di wilayah Bojonegoro hingga ada yang dari luar kota, jelas bapak empat anak ini.

Pondok Pesantren Pabuaran

Diceritakan, di pondok yang beliau asuh selain memberikan pendidikan yang berbasis wawasan keilmuan umum dan keagamaan juga memberikan wawasan bersosilisasi dengan masyarakat, pengembangan skill santri. Bahkan, santri juga dibimbing dan dibina hingga mereka berumah tangga.

Pondok Pesantren Pabuaran

Sebagaimana santri pertama, Surip yang namanya diganti menjadi Syamsul Huda tetap tinggal di Pesantren hingga berumah tangga bahkan sampai akhir hidupnya. Surip saya ganti namanya jadi Syamsul Huda, dia wafat dan saya kubur di dekat pondok, ujar kiai lulusan Pesantren Talimul Quran, Gresik ini.

Lebih lanjut pengasuh pesantren yang murah senyum ini menceritakan, degradasi moral bangsa menjadi faktor utama didirikannya pendidikan non formal berupa Pesantren Hidayatul Islamiah dan pendidikan formal setingkat Raudhotul Athfal (RA) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) . Menurut Kiai Choir, begitu beliau akrab dipanggil, perlu perhatian khusus pada karakter bangsa yang kian hari kian bobrok.

Sekarang banyak anak muda yang LKMD, alias lamar kari meteng disek (melamar belakangan, hamil duluan), ujarnya dengan nada bergurau tapi serius.

Dikatakan, saat ini moral bangsa sedang dipertaruhkan, menghadapi gencarnya budaya luar. Sebab itu, kiai ini menghimbau agar pendidikan karakter harus benar-benar diterapkan di pendidikan formal, jangan hanya sekadar wacana tanpa ada tindak lanjut. Moral bangsa harus benar-benar diberi perhatian khusus terutama pada lembaga-lembaga formal, jelasnya.

Nak de biyen akeh wong bender ra pathi pinter, tapi nak sak iki akeh wong pinter ra pathi bendher, ungkapnya berkelakar.

Dia menambahkan, pengaruh luar kerap kali meracuni pikiran masyarakat terutama kalangan remaja. Sehingga tak jarang mayoritas pemuda lupa akan hakikat kesederhanaan dan bagaimana cara bersosialisasi dengan masyarakat sebagai individu sosial.

Suasana Damai

Kegiatan di pondok yang letaknya terasing dari keramaian ini penuh dengan kesederhanaan, namun tetap dengan unsur spiritual yang kental sebagai nutrisi moral. Sehabis Shubuh, kegiatan mengaji kitab sorogan dilakukan. Uniknya kajian ini digelar di mana pun tempatnya, asal menyatu dengan alam. Baik itu di sawah, di sekitar kolam maupun di pekarangan dekat sungai. Tergantung, di mana saat itu sang kiai berada. Hal ini sebagai wujud belajar alami. Hal ini dimaksudkan agar para santri bisa mengamati alam dan mengambil itibar dari ayat-ayat kauniyah. Biar santri tahu, bahwa meraka hidup dengan alam yang wajib dijaga dan dilestarikan, ungkapnya.

Bukan hanya itu, kesederhanaan sangatlah tampak dari pondokan-pondokan santri yang terbuat dari kayu sederhana dengan luas sekitar 2x2 meter. Pondokan ini dikenal dengan istilah Rompok. Selain rutinitas kajian kitab wetondan salaf, santri juga belajar hidup dengan kegiatan pelatihan bercocok tanam, perikanan, dan perkebunan. Kegiatan tersebut sebagai analogi bahwa jiwa yang sehat terdapat pada badan yang kuat (Al-Aqlu As-Shalim fil Jismi As-Salim).

Sebagai bahan latihan bagi santri ketika terjun ke masyarakat, selain itu juga mengingatkan mereka bahwa jiwa yang sehat terdapat pada badan yang kuat, terang kiai asal Kepohbaru ini.

Selain mengkaji kitab salaf juga dilaksanakan pelatihan mukhadhoroh, dzibaan, tahlilan dan qosidah burdah di hari-hari khusus. Tak tanggung-tanggung, semua kegiatan, sarana dan pra sarana di pesantren ini tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis.

Santri pun berdatangan tidak hanya dari sekitar Kota Bojonegoro, namun juga berasal dari luar kota seperti Lamongan, Gresik, hingga merambah wilayah Jawa Tengah. (Nidhomatum MR)

Dari (Pendidikan Islam) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/63392/hidayatul-islamiyah-pesantren-yang-menyatu-dengan-alam

Pondok Pesantren Pabuaran

Kamis, 02 April 2015

Merusak Tahlil Berarti Merusak Bangsa Indonesia

Pondok Pesantren Pabuaran - Ada sejarah yang tidak banyak orang tahu tentang keterkaitan Jepara dengan dakwah Nabi Muhammad SAW. Dulu, kabupaten di pesisir utara itu pernah jadi perhatian Nabi waktu masih hidup. Ada 41 sahabat yang diutus beliau untuk lawatan politik dan dakwah ke nusantara. Sayyid Jafar bin Abi Thalib adalah nama yang diutus ke kerajaan Ratu Shima kala itu.

Merusak Tahlil Berarti Merusak Bangsa Indonesia
Merusak Tahlil Berarti Merusak Bangsa Indonesia


Sahabat Ali bin Abi Thalib yang jadi salah satu utusan pun sempat mampir dan menginjakkan kaki ke tanah Jepara sebelum kembali pulang ke Madinah bersama 40 rombongan lain. Ketika berkuasa, Khalifah Muawiyah pun pernah mengutus delegasi ke Jepara, yang kemudian bisa mempengaruhi Ratu Shima menerapkan hukum potong tangan. Namanya Abi Saffan.

Sejarah itu diungkapan oleh KH. Hisyam Zamroni, dalam sambutan sebagai wakil ketua PCNU Jepara pada acara haul Kiai Kathi, di Komplek makam Kiai Kathi, Jl. Kiai Kathi, Dusun Telahap, Desa Kecapi Rt. 12 Rw. 02, Tahunan, Jepara, Rabu (11/05/2016) malam.

Apa yang disampaikannya itu ternyata membuat Habib Musthafa al-Aydrus dari Bangilan, Tuban, Jawa Timur, yang kala itu jadi pembicara, mengaku ikut tertarik membincang sejarah Nabi, sahabat, hingga sejarah NU dan bangsa Indonesia.

Habib Musthafa mengapresiasi perhatian pengurus NU Jepara yang mau ikut mendukung dan nguri-nguri tradisi ulama salaf semacam acara haul Kiai Kathi. Jika pengurus NU mau mengawal hal-hal laiknya haul dan lainnya, itu bagian dari kecintaan NU kepada wali Allah.

Kepada ribuan hadirin, Habib Musthafa menantang warga NU Jepara untuk membuat spanduk besar bertuliskan “Kami warga NU Jepara Menolak Wahabi”. Menurutnya, spanduk itu penting untuk menyatakan sikap agar warga NU tidak mudah disusupi oknum wahabi yang sering merusak tradisi leluhur.

Ia juga menghimbau kepada warga NU yang benar-benar mengaku NU agar memasang foto Hadzratussyaikh KH Hasyim Asy’ary di tiap-tiap ruang tamu. Gunanya, ketika ada misionaris wahabi datang, ia akan putar balik sendiri, pulang tanpa diantar.

Jika NU sudah dimasuki wahabi, bukan tidak mungkin Indonesia akan hancur. Sebab, dari dulu NU adalah penjaga tradisi yang hingga kini terbukti membentuk karakter umat Islam di Indonesia dan menjadi bangsa Indonesia 100 persen.

“Merusak tahlilan seperti yang dilakukan wahabi berarti merusak Bangsa Indonesia. Karena Indonesia sudah mengenal tahlilan dan shalawatan sebelum Indonesia merdeka. Dan yang mengamalkan itu semua adalah NU,” ujar Habib Musthafa. [Pondok Pesantren Pabuaran]

Dari : http://www.dutaislam.com/2016/05/merusak-tahlil-berarti-merusak-bangsa-indonesia.html

Sabtu, 25 Januari 2014

Hukum Daging yang Langsung Dimasak Tanpa Dibersihkan

Pondok Pesantren Pabuaran - Konon, daging hewan setelah disembelih lalu dimasak, akan lebih enak jika tanpa dibasuh dengan air. Karena ada beberapa jenis vitamin yang terbasuh dengan air. Lalu bagaimana dengan sisa darah yang terdapat di dalam daging? Fatwa beberapa ulama adalah boleh:

Hukum Daging yang Langsung Dimasak Tanpa Dibersihkan
Hukum Daging yang Langsung Dimasak Tanpa Dibersihkan


ﻣﻤﺎ ﺗﻌﻢ ﺑﻪ اﻟﺒﻠﻮﻯ اﻟﺪﻡ اﻟﺒﺎﻗﻲ ﻋﻠﻰ اﻟﻠﺤﻢ ﻭﻋﻈﺎﻣﻪ ﻭﻗﻞ ﻣﻦ ﺗﻌﺮﺽ ﻟﻪ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻓﻘﺪ ﺫﻛﺮﻩ ﺃﺑﻮ ﺇﺳﺤﻖ اﻟﺜﻌﻠﺒﻲ اﻟﻤﻔﺴﺮ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻭﻧﻘﻞ ﻋﻦ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻛﺜﻴﺮﺓ ﻣﻦ اﻟﺘﺎﺑﻌﻴﻦ ﺃﻧﻪ ﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ ﻭﺩﻟﻴﻠﻪ اﻟﻤﺸﻘﺔ ﻓﻲ اﻻﺣﺘﺮاﺯ ﻣﻨﻪ ﻭﺻﺮﺡ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺃﺻﺤﺎﺑﻪ ﺑﺄﻥ ﻣﺎ ﻳﺒﻘﻰ ﻣﻦ اﻟﺪﻡ ﻓﻲ اﻟﻠﺤﻢ ﻣﻌﻔﻮ ﻋﻨﻪ

Di antara hal yang sudah umum terjadi adalah darah yang tersisa pada kulit dan tulang. Sedikit dari ulama kita yang menyampaikan hal ini. Diriwayatkan dari banyak Tabiin bahwa hal itu boleh. Dalilnya adalah kesulitan menghindarinya. Ahmad dan madzhabnya menjelaskan bahwa darah yang tersisa di daging adalah ditolerir (Imam An-Nawawi, Majmu' 2/557)

Ma'ruf Khozin, anggota PW LBM NU Jatim

Dari : http://www.dutaislam.com/2016/09/hukum-daging-yang-langsung-dimasak-tanpa-dibersihkan.html

Minggu, 16 Desember 2012

Beredar Surat Gubernur Jabar Larang Tiup Terompet Tahun Baru

Pondok Pesantren Pabuaran - Menjelang pergantian tahun baru 2017, beredar sebuah surat yang tertulis "ditandatangani" oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Pondok Pesantren Pabuaran belum mendapatkan copy teks resmi dengan kop surat lengkap dengan nomor suratnya, namun di akhir edaran surat yang diberi judul "Konsep Surat Edaran Gubernur Jawa Barat" tersebut tertulis 01041438 H/30122016, sebuah angka yang merujuk pada 1 Jumadil Awal 1438 H/ 30 Desember 2016.

Dalam edaran tersebut, seluruh warga Jabar diajak untuk istirahat lebih awal agar tidak kesiangan bangun untuk shalat Subuh. Itu tertulis di poin yang pertama. Sementara, pada poin kedua, edaran yang bersifat himbauan tersebut mengajak untuk tidak meniup terompet dan tidak membakar petasan. Ini berlaku untuk seluruh muslim dan non muslim.

Beredar Surat Gubernur Jabar Larang Tiup Terompet Tahun Baru - Pondok Pesantren Pabuaran
Beredar Surat Gubernur Jabar Larang Tiup Terompet Tahun Baru - Pondok Pesantren Pabuaran


Beredar Surat Gubernur Jabar Larang Tiup Terompet Tahun Baru

Selain itu, gubernur juga mengajak agar "tidak mengganggu tetangga yang istirahat dan tidak menggangu orang yang sakit termasuk orang yang kepayahan dengan cara apa pun termasuk budaya tiup terompet dan bakar petasan," tertulis di poin 3 edaran.

Pada poin ke empat, ia mengajak untuk mengentikan budaya meniup terompet di tahun baru. "Saya yakin seluruh warga se-Jawa Barat bahkan seluruh warga NKRI bisa menghentikan budaya niup terompet dan menghentikan membakar petasan ketika pergantian tahun," demikian bunyi di edaran yang viral di grup-grup WhatsApp tersebut.

Pondok Pesantren Pabuaran

Himbauan di atas diberi keterangan oleh pembuat pesan sebagai "larangan berlaku mubadzir". Katanya, jika warga jabar mengikuti himbauan ini, masyarakat akan jadi maju. Pesan diakhiri dengan tiup takbir. [Pondok Pesantren Pabuaran]

Pondok Pesantren Pabuaran

Dari : http://www.dutaislam.com/2016/12/beredar-surat-gubernur-jabar-larang-tiup-terompet-tahun-baru.html

Selasa, 01 Mei 2012

KH Ahmad Dahlan Bukan Pendiri Muhammadiyah, Tapi Ahli Falak

Pondok Pesantren Pabuaran - Salah satu ulama Nusantara yang dikenal ahli dalam bidang ilmu falak adalah KH Ahmad Dahlan yang lahir di Termas Pacitan Jawa Timur 1862 dan wafat di Semarang 1911. Makam KH Ahmad Dahlan berada di sisi timur Makam KH Sholeh Darat di Makam Bergota Semarang. Menyebut nama Ahmad Dahlan memang orang menjadi tertuju pada sosok pendiri Muhammadiyah. Dan ternyata dua sosok bernama yang sama itu, KH Ahmad Dahlan Termas dan KH Ahmad Dahlan Yogyakarta, sama-sama mengaji di Pondok Pesantren KH Sholeh Darat.

KH Ahmad Dahlan Bukan Pendiri Muhammadiyah, Tapi Ahli Falak - Pondok Pesantren Pabuaran
KH Ahmad Dahlan Bukan Pendiri Muhammadiyah, Tapi Ahli Falak - Pondok Pesantren Pabuaran


KH Ahmad Dahlan Bukan Pendiri Muhammadiyah, Tapi Ahli Falak

KH Ahmad Dahlan Termas (sebagian orang menyebut KH Ahmad Dahlan Semarang) merupakan putra dari Abdullah bin Abdul Mannan bin Demang Dipomenggolo I yang merupakan keturunan Ketok Jenggot punggawa Keraton Surakarta, tokoh cikal bakal berdirinya daerah Termas. Dipomenggolo I merupakan seorang santri ahli agama yang berdarah bangsawan yang mendirikan Pesantren Semanten. Salah satu putra Dipomenggolo bernama Mas Bagus Sudarso juga dikirim belajar agama di Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo. Di pesantren yang juga mengkaji budaya ini diasuh Bagus Burhan atau Ronggowarsito.

Kakak dari KH Ahmad Dahlan adalah KH Mahfudz Termas (1842-1920) dan adiknya bernama KH Dimyati Termas (wafat 1934). Tiga bersaudara ini memiliki keilmuan yang sangat luar biasa. Dunia pesantren sangat mengakui peran besar kakak-beradik ini dalam keilmuan-keilmuan agama Islam terutama paham ahlussunnah wal jama’ah.

Sehingga sosok KH Ahmad Dahlan yang sangat pandai tidak bisa dilepaskan dari kiprah keluarganya. Keluarga Termas memang sudah dikenal melahirkan ulama Nusantara yang sangat berkontribusi besar dalam dunia pesantren. Misalnya KH Mahfudz Termas dikenal sebagai ulama yang memiliki puluhan karya kitab dan spesialis di bidang hadits, telah mencetak murid yang menjadi ulama pesantren.

Keahlian KH Ahmad Dahlan Termas dalam bidang ilmu falak ditandai dengan penyebutan namanya dengan sebutan KH Ahmad Dahlan Alfalaky. Kepandaiannya dalam ilmu agama, menjadikannya diambil sebagai menantu KH Sholeh Darat. Ia dinikahkan dengan putri KH Sholeh Darat bernama RA Siti Zahra dari jalur istri RA Siti Aminah binti Sayyid Ali. Dari pernikahan ini, pada tahun 1895, melahirkan anak bernama Raden Ahmad Al Hadi yang kelak ketika dewasa menjadi tokoh Islam di Jembrana Bali.

KH Ahmad Dahlan memulai pendidikannya dari para Kyai yang ada di Termas kemudian melanjutkan belajar kepada kakaknya KH Mahfudz Termas yang ada di Makkah. Saat di tanah suci inilah KH Ahmad Dahlan bersahabat dengan ahli falak Syaikh Muhammad Hasan Asy’ari Bawean Madura (wafat 1921). Syaikh Muhammad Hasan Asy’ari mempunyai karya Kitab Muntaha Nataiji al Aqwal.

Dalam buku Materpiece Islam Nusantara: Sanad dan Jejaring Ulama-Santri 1320-1945 karya Zainul Milal Bizawie disebutkan bahwa KH Ahmad Dahlan dan Syaikh Muhammad Hasan Asy’ari berangkat menuju beberapa wilayah Arab dan menuju ke Al Azhar Kairo. Di Kairo keduanya berjumpa dengan dua ulama Nusantara: Syaikh Jamil Djambek dan Syaikh Ahmad Thahir Jalaludin. Selama di Kairo, keduanya mengkhatamkan kitab induk ilmu falak karya Syaikh Husain Zaid Al Mishri, Al Mathla’ fi Al Sa’id fi Hisabi al Kawakib ‘ala Rashdi al Jadid yang ditulis awal abad 19.

Setelah selesai belajar di Arab, kemudian ia pulang ke tanah air. Berdasarkan saran dari kakaknya, sesampai di tanah air KH Ahmad Dahlan bersama dengan Syaikh Hasan Asy’ari diminta untuk belajar agama dengan KH Sholeh Darat di Semarang. Maka pesan itu dilaksanakan. KH Ahmad Dahlan mengaji dengan KH Sholeh Darat di Semarang. Dan sudah menjadi tradisi para ulama Nusantara, para santri yang sudah belajar di Arab tetap diminta belajar di Indonesia lagi, terutama dengan KH Sholeh Darat atau KH Cholil Bangkalan.

Karya-karya di bidang Falak yang dilahirkan oleh KH Ahmad Dahlan adalah: Tadzkiratu al Ikhwan fi Ba’dli Tawarikhi wal ‘Amali al Falakiyati (selesai ditulis 1901), Natijah al Miqat (selesai ditulis 1903) dan Bulughu al Wathar (selesai ditulis 27 Dzul Qa’dah 1320 di Darat Semarang). Ditengarai, masih banyak karya-karya KH Ahmad Dahlan yang sampai sekarang belum terlacak.

Dalam Kitab Tadzkiratu al Ikhwan fi Ba’dli Tawarikhi wal ‘Amali al Falakiyati ditegaskan oleh Zainul Milal Bizawie sebagai kitab hisab awal bulan pertama yang ditulis oleh ulama Nusantara. Ini menjawab atas dugaan selama ini bahwa kitab hisab awal bulan yang pertama ditulis adalah Sullam Nayyirin yang baru ditulis 1925. Pola kitab karya KH Ahmad Dahlan masih menggunakan angka Abajadun dengan memakai Zaij Ulugh Beik.

Kitab Natijah al Miqat berisi tentang kaidah ilmu falak tentang penggunaan rubu’ mujayyab dalam penentuan awal waktu shalat dan arah kiblat. Dalam kitab ini juga dirangkumkan pemikiran-pemikiran guru KH Ahmad Dahlan: Syaikh Husain Zaid Mesir, Syaikh Abdurrahman bin Ahmad Mesir, Syaikh Muhammad bin Yusuf Makkah dan KH Sholeh Darat. Kemudian pada tahun 1930, kitab Natijah al Miqat disyarahi oleh Syaikh Ihsan Jampes (wafat 1952) dengan kitabnya Tashrihu al Ibarat.

Kitab Bulughu al Wathar ini merupakan kitab falak pertama yang ditulis ulama Nusantara dengan sistem haqiqi tahqiqi. Kitab ini selesai ditulis bersamaan dengan kitab Muntaha Nataij al Aqwal karya Syaikh Hasan Asy’ari Bawean. Induk kitab yang dirujuk dalam membuat Bulughu al Wathar dan Muntaha Nataij al Aqwal berasal dari ilmu zaij Kitab Al Mathla’ fi Al Sa’id fi Hisabi al Kawakib ‘ala Rashdi al Jadid karya Syaikh Husain Zaid Al Mishri.

Khazanah keilmuan falak yang dimiliki oleh KH Ahmad Dahlan dan Syaikh Hasan Asy’ari Bawean ini yang turut serta mewarnai perkembangan ilmu falak di Pondok Pesantren. Dinamika keilmuan falak di dunia pesantren selalu merujuk pada kajian-kajian ilmiah ulama Nusantara yang mampu mengembangkan ilmu falak yang berasal dari Arab.

KH Ahmad Dahlan dalam kesehariannya, bersama keluarga menempati rumah di sekitar Masjid Agung Kauman Semarang. KH Ahmad Dahlan selain dikenal sebagai ulama, juga ahli dalam bidang dagang dan tergolong berekonomi kuat (punya banyak toko di Pasar Johar). Bekal itulah yang digunakan untuk berjuang membangun dakwah Islam di Kota Semarang. Dan sepeninggal KH Sholeh Darat pada tahun 18 Desember 1903, Pondok Pesantren Darat diasuh oleh KH Ahmad Dahlan.

Selama kurang lebih delapan tahun, KH Ahmad Dahlan menggantikan guru sekaligus mertuanya mendidik para santri yang belajar ilmu agama di Pondok Pesantren Darat. Dengan segala dedikasi penuh, para santri yang mengaji di Pondok tersebut diajar sebagaimana cara KH Sholeh Darat mendidik. Termasuk KH Ahmad Dahlan mengajarkan ilmu falak kepada para santri-santrinya dengan menggunakan tiga kitab falak yang ditulisnya.

Keahlian ilmu falak yang dimiliki oleh KH Ahmad Dahlan tidak pernah lepas dari keahlian falak yang dimiliki oleh KH Sholeh Darat. Dalam beberapa kisah disebutkan bahwa KH Sholeh Darat yang merupakan guru dari ulama Jawa ini sangat tepat dalam menghitung waktu shalat dan penentuan awal bulan Ramadan dan Syawwal.

Proses penegasan dalam penentuan waktu shalat dan Ramadan ia tegaskan dalam beberapa karyanya. Termasuk keterbukaan KH Sholeh Darat dalam mengawal tradisi “Dugderan” di Kota Semarang sebagai bentuk kepedulian ilmu falak dan ilmu sosial. Dimana ketika masyarakat Semarang ingin menyambut kehadiran Ramadan dirayakan dengan bunyi-bunyi bedug dan petasan, maka disebut dug der (dug bunyi bedug dan der bunyi petasan).

Keahlian falak yang dimiliki KH Sholeh Darat adalah ketika diminta menghitung jumlah palawija yang ada di dalam karung oleh Belanda. Dengan sangat cepat berdasar ilmu hitung falaknya, maka KH Sholeh Darat memberikan jawaban dengan tepat. Kekaguman Belanda pada prediksi jumlah isi palawija itulah yang menjadikan Belanda kagum dengan ilmu falak KH Sholeh Darat.

Putra KH Ahmad Dahlan yang bernama Raden Ahmad Al Hadi berdakwah menuju Loloan Timur Jembrana Bali adalah karena mendapatkan isyarat dari KH Cholil Bangkalan (1820-1925) selaku gurunya. Selain itu, setelah KH Ahmad Dahlan wafat, Ibunya menikah lagi dengan KH Amir dan pindah ke Simbang Kulon Pekalongan. Dengan bekal ilmu agama yang dimiliki itu, putra KH Ahmad Dahlan bernama Ahmad ini berdakwah ke Bali.

Sebagaimana ayahnya, Raden Ahmad Al Hadi sangat senang dengan ilmu pengetahuan agama. Walaupun sejak kecil sudah dilatih berdagang di Pasar Johar Semarang, namun Raden Ahmad Al Hadi tetap semangat mengaji. Sehingga di usia 16 tahun ketika ia ditinggal wafat KH Ahmad Dahlan ia ikut belajar di Pondok Pesantren ayah tirinya, KH Amir. Setelah itu ia merantau dari pondok ke pondok hingga pernah belajar Makkah.

Sebagaimana dijelaskan oleh KH Fathur RA (anak kandung Raden Ahmad bin Ahmad Dahlan), bahwa Raden Ahmad sangat tinggi minat belajarnya. Pondok Pesantren yang dijadikan tempat mencari ilmu adalah: Pondok Pesantren Kaliwungu (berteman dengan KH Abul Choir selama dua tahun), Pondok Pesantren Buntet Cirebon (belajar ilmu silat), Pondok Pesantren Kyai Umar Sarang (belajar ilmu alat), Pondok Pesantren KH Munawwir Krapyak Yogyakarta (belajar Al Qur’an), Pondok Pesantren KH Dimyati Termas, Pondok Pesantren KH Idris Jamsaren Solo.

Setelah tamat dari Pondok Manbaul Ulum Jamsaren Solo dengan bekal Beslit dari Governoor Belanda Jawa Tengah, Raden Ahmad melanjutkan belajar ke Makkah dan Madinah berguru dengan pamannya sendiri, KH Mahfudz Termas.

Sepulang dari Arab, Raden Ahmad masih mengaji dengan KH M Hasyim Asy’ari di Jombang (satu tahun) dan KH Cholil Bangkalan Madura (satu tahun). Saat di Bangkalan inilah ia bertemu dengan KH Kusairi Shiddiq (mertua KH Abdul Hamid Pasuruan). Perintah Kyai Cholil pada Raden Ahmad adalah menuju Bali bertemu dengan murid Kyai Cholil yang bernama Tuan Guru Haji Muhammad di Loloan Timur Jembrana Bali. Dan ia jalani hingga mendirikan Pondok Pesantren Manba’ul Ulum di Jembrana Bali. Nama “Manba’ul Ulum “ adalah tabarrukan dengan almamaternya saat mondok di Jamsaren. Wallahu a’lam. [Pondok Pesantren Pabuaran]

M. Rikza Chamami, Sekretaris Lakpesdam NU Kota Semarang dan Dosen UIN Walisongo

Dari : http://www.dutaislam.com/2016/08/kh-ahmad-dahlan-bukan-pendiri-muhammadiyah-tapi-ahli-falak.html

Jumat, 09 Maret 2012

Ratusan Kiai Terbunuh Dalam Tragedi Ninja 98 yang Dikaitkan PKI, Apa NU Teriak Ulama Dinista?

Pondok Pesantren Pabuaran - Saya membuat tulisan ini karena NU selalu dipojokkan. Saya coba bikin tulisan sederhana karena akhir-akhir ini ada semacam klaim ulama dari kalangan tertentu. Oke silahkan saja. Namun ada beberapa orang yang selalu mengatakan hal yang sama yakni: " bela ulama, ulama terdzalimi, ulama dinista dan sebagainya". Pertanyaan saya, ulama yang mana? Kalau boleh dijawab, ya tentu ulama versi mereka.

Ulama versi mereka bagus, tapi apakah muhibbin (para pecinta) mereka mengadakan aksi bela ulama seperti sekarang, takala pembantaian ulama, guru ngaji, ustadz, tokoh-tokoh pada tahun 1998 di Jawa Timur dari Banyuwangi hingga merembet ke daerah-daerah sekitar seperti Situbondo? Bahkan korbannya rata rata dari kalangan Nahdhiyyin.

Ratusan Kiai Terbunuh Dalam Tragedi Ninja 98 yang Dikaitkan PKI, Apa NU Teriak Ulama Dinista? - Pondok Pesantren Pabuaran
Ratusan Kiai Terbunuh Dalam Tragedi Ninja 98 yang Dikaitkan PKI, Apa NU Teriak Ulama Dinista? - Pondok Pesantren Pabuaran


Ratusan Kiai Terbunuh Dalam Tragedi Ninja 98 yang Dikaitkan PKI, Apa NU Teriak Ulama Dinista?

Coba kita simak tulisan yang bersumber dari NU Online dalam kasus dan tragedi tersebut, "Gus Dur sebagai Ketua PBNU benar-benar geram melihat kenyataan itu. Namun ia tetap hati-hati. Gus Dur menyerukan agar orang NU tidak sembrono menuduh ada penyusupan Komunis, meskipun hal itu telah dilontarkan dan diprovokasi oleh Republika dan dikampanyekan militer. Seruan Gus Dur kemudian dibacakan oleh KH.Said Aqil Siradj di halaman Kampus UI, Salemba, Jakarta, pada 1 Oktober 1998".

KH. Said Aqil Siradj mengingatkan agar orang-orang NU tidak menjadi korban terus menerus. Masyarakat NU jangan mau menjadi objek yang dihadap-hadapkan dengan sosok yang dibuat-buat. Padahal kenyataannya pelakunya sangat terlatih, bukan bayangan yang dibuat-buat.

Pondok Pesantren Pabuaran

Seruan ini untuk mengritik tuduhan para pejabat dan harian Republika yang dekat dengan ICMI, serta spanduk-spanduk DDII. Mereka mengaitkan pembunuhan berantai itu dengan gerakan komunis. Korban tertulis ada 256 orang, termasuk dari kalangan ulama. Lihatlah betapa hati-hatinya NU agar tidak terjebak isu komunis, padahal sudah jatuh korban. Bahkan kasus ini tidak jelas penyelesainnya.

Pertanyaan saya adalah:

Pondok Pesantren Pabuaran

Adakah orang NU heboh kerahkan massa untuk mengusut kasus yang jelas-jelas membunuh ulama tersebut?

Apakah NU teriak-teriak bela ulama dengan menuduh yang tidak sepaham dengan cap munafik?

Apakah ulama-ulama sekarang dibunuh seperti tahun 1998 itu?

Apakah NU mencak-mencak terprovokasi teriak-teriak PKI? Padahal sudah ada yang memancing isu komunis? Maksud saya cukup sederhana, janganlah terlalu berlebihan seolah-olah banyak ulama dipenjara dan dibunuh, padahal para ulama (versi kami) adem ayem kok. Mereka masih sibuk mengurus pesantren, dakwah keliling, ngayomi masyarakat, pengajian, sholawatan dan merawat NKRI. [Pondok Pesantren Pabuaran]

Keterangan:

Nama penulis dan identitas disembunyikan oleh redaksi Pondok Pesantren Pabuaran

Dari : http://www.dutaislam.com/2017/01/ratusan-kiai-terbunuh-dalam-tragedi-ninja-yang-dikaitkan-pki-apa-nu-teriak-ulama-dinista.html

Selasa, 01 Februari 2011

Islam Nusantara Adalah Proyek Bersama Menghadapi Dunia Global

Pondok Pesantren Pabuaran - Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU KH Agus Sunyoto menyatakan bahwa Islam Nusantara bukanlah aliran atau mazhab baru. Ia mengatakan hal itu pada “Ngaji Sejarah” sesi tiga pdaa peringatan Harlah NU ke-91 di gedung PBNU, Selasa (31/01/2017).

Islam Nusantara Adalah Proyek Bersama Menghadapi Dunia Global
Islam Nusantara Adalah Proyek Bersama Menghadapi Dunia Global


Kiai Agus mengatakan hal itu karena ada beberapa kalangan beranggapan bahwa Islam Nusantara merupakan ikon Islam-nya NU dan orang Jawa.

"Tidak benar jika Islam Nusantara hanya milik NU dan Jawa. NU adalah kelanjutan Walisongo. Tokoh-tokoh Walisongo banyak yang berasal dari Pasai, Aceh. Sosok Wali Songo mewakili Nusantara karena berasal dari berbagai daerah. Sunan Ampel dari Champa, Vietnam. Hanya saja, beliau dimakamkan di Jawa. Cuma yang memperkuat tradisi Walisongo ya di Jawa," jelasnya.

Islam Nusantara, lanjutnya, sebagai pembendung arus globalisasi yang mengalir deras. Salah satunya dengan memperkokoh tradisi Nusantara seperti kenduri, slametan dan lain-lain.

“Globalisasi telah menggerus budaya, etnis dan agama,” kata penulis “Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Walisongo Sebagai Fakta Sejarah”.

Ia mencontohkan saat ini nama anak-anak desa berubah dari generasi sebelum. Har ini mereka menggunakan nama tidak dari kebudayaannya sendiri, tap dari luar. Orang Jawa misalnya, tidak lagi mencerminkan kejawaannya.

“Di sinilah, Islam Nusantara diposisikan sebagai proyek bersama untuk menghadapi dunia global,” pungkasnya. [Pondok Pesantren Pabuaran]

Dari : http://www.dutaislam.com/2017/02/islam-nusantara-adalah-proyek-bersama-menghadapi-dunia-global.html

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Pondok Pesantren Pabuaran sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Pondok Pesantren Pabuaran. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Pondok Pesantren Pabuaran dengan nyaman.


Nonaktifkan Adblock